Masa kecil memang masa masa yang indah. Saya di lahirkan di daerah yang cukup terkenal yaitu Gunung Kawi, tepat nya di Desa Wonosari Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang. Keluarga saya bukan lah keluarga mampu,dan boleh di katakan jauh dari mampu. Saya anak ke 7 dari 7 bersaudara,3 perempuan 4 laki laki. Bapak saya hanya seorang pekerja kasar,emak saya seorang buruh serabutan dari rumah ke rumah. Saya kurang tau persis tanggal dan bulan saya di lahirkan,maklum orang tua saya hanyalah orang kampung yang miskin jadi waktu melahirkan saya hanya di bantu seorang dukun bayi sehingga tidak ada surat keterangan atau pun akta tentang kelahiran saya. Hanya ada surat kelahiran yang ala kadar nya dari kepala desa saya yang menyatakan saya di lahirkan tanggal 11 september 1983,tapi di raport,ijazah dan di KTP saya saat ini tercantum saya di lahirkan tanggal 24 juni 1983 dan emak saya pun hanya mengingat hari dan weton kelahiran saya sabtu legi."Lair mu pas ono graono mbulan le,langit peteng ndendet ",(lahir mu waktu ada gerhana bulan nak,langit gelap gulita). Sedikit cerita emak tentang kelahiran saya.
Kedua orang tua saya adalah orang yang hebat. Bekerja banting tulang siang malam untuk bisa menghidupi keluarga.Bapak adalah seorang pekeja kasar,mulai kuli bangunan,tukang angkut barang,buruh tani sampai menjadi pencari batu di sungai. Kalau emak saya bekerja serabutan sebagai buruh cuci dari rumah ke rumah,pembantu di warung,tukang pijat sampai menjadi buruh petik kopi.
Masa kecil saya adalah masa masa membahagiakan sekaligus juga menyedih kan. Masih teringat di kenangan saya sampai saat ini, saat emak bekerja saya selalu di ajak nya di gendong di belakang memakai selendang. Tidak setiap hari emak saya bisa menjual jasa nya,nah kalau sudah begitu emak biasa nya pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar atau pun sayuran yang kira nya bisa untuk di makan. Emak adalah orang yang sabar tidak pernah mengeluh,mengerjakan setiap pekerjaan dengan penuh tanggung jawab.Sambil menggendong saya emak bisa sambil mencuci pakian atau melakukan pekerjaan lain di rumah orang. Kemana mana pun emak ada pekerjaan,saya selalu di bawa ikut serta. Walaupun saya waktu itu masih kecil tapi sampai saat ini saya masih bisa mengingat memori memori itu,bagaimana emak bekerja,di caci maki orang sampai di bentak bentak. Rumah rumah orang yang sering menggunakan jasa emak pun sampai saat ini saya pun masih mengenal nya walaupun kondisi nya sekarang sudah berubah seratus persen. Yang juga masih teringat sampai saat ini adalah saat saya sering di bawa emak untuk buruh petik kopi di kebun orang. Saat saat yang membahagiakan,karena saya bisa bermain di kebun,berlari lari mencari gantrung atau kadal,memanjat pohon,atau pun main perang perangan. Kadang di sela kesibukan nya emak pun masih berusaha membuat hatiku senang dengan mengajak ku bercanda atau pun mencari kan mainan untuk ku yang ala kadar nya yang tersedia di kebun. Pelepah pisang atau janur.
Kadang pun saya ikut membantu pekerjaan emak dengan memungut kopi kopi yang jatuh. Upah menjadi buruh petik bukanlah uang tapi hanya bagi hasil petik yang biasa di sebut bawon. Biasa nya emak langsung menjual nya dan di belikan gaplek untuk makan sekeluarga. Usia saya saat itu masih pra sekolah. Gaplek atau tiwul adalah makanan pokok sehari hari kami. Beras pun belum tentu 1 bulan sekali saya jumpai,kalau pun ada itu pun sudah tidak murni beras lagi,emak sudahmencampur nya dengan jagung atau pun pohong yang di parut. Itu dilakukan emak bukan nya untuk penghematan tapi memang kondisi yang sangat memprihatinkan. Lauk tempe goreng pun adalah sesuatu yang istimewa bagi kluarga kami. Trasi,garam,atau parutan kelapa adalah lauk favoritku.
Rumah tinggal saya sangat lah sederhana,4 kamar tidur,ruang tamu,dapur dan kamar mandi semua ada. Dengan dinding bilik bambu atau gedek,beratap genting,kalau hujan bocor di mana mana. Malam hari di saat tidur lelap turun hujan,emak selalu terjaga dari tidurnya untuk menghindarkan tubuh kami dari tetesan air hujan yang bocor disela sela genting atap rumah.
Udara di desa saya memang sangat lah dingin,maklum di lereng gunung. Rumah saya pun di kelilingi kebun. Tapi bukan kebun milik sendiri,melainkan milik tetangga.
Saya sangat suka makan ganyong ( Sejenis umbi ) yang rasanya manis tapi berserat. Jika emak pergi petik kopi dan saya tidak di ajak maka oleh oleh yang saya nantikan saat kedatangan emak adalah ganyong. Di sunggi di atas kepala, di dalam karung emak membawa ganyong,ketela, sayuran,bawon dan macam macam lagi.
Kulit wajah emak yang kecoklatan kelihatan hitam berkeringat penuh peluh bekerja seharian, berjalan kaki 5 km dengan beban 30 kg di atas kepala, sungguh emak wanita yang perkasa Itulah saat yang membahagiakan bagi ku setelah seharian di tinggal di rumah akhir nya bisa bertemu lagi dengan emak. Maka aku pun menanti kedatangan emak di depan rumah,dan menanti saat bawaan nya di dalam karung di keluarkan semua. Aku pun sangat senang kalau ternyata di dalam karung emak ada ganyong nya. Biasa nya emak setelah mengeluarkan barang bawaan nya langsung mandi,membersihkan diri biar capek nya hilang. Setelah itu pergi ke dapur
untuk menyalakan api untuk memasak ganyong bawaan nya. Suasana sore hari memang sudah terasa dingin sekali,sembari menunggu ganyong nya matang saya suka duduk di pangkuan emak di depan tungku perapian di temani bapak. Sambil bercanda emak mengajar kan aku bernyanyi." Lir ilir lir ilir tandure wes sumilir... tak ijo royo royo tak sengguh temanten anyar............................................".
Sore semakin gelap,emak mulai menyalakan lampu lampu minyak nya sebagai penerangan. Tiada media hiburan apapun di rumah,hanya sebuah radio batrei yang ada itu pun hanya di stel sore sama malam hari. Walau pun hidup sangat kekurangan,bapak dan emak selalu berusaha membuat bahagia anak anak nya. Sore hari sembari berkumpul di beranda rumah,sambil mendengarkan acara radio yang sangat favorit,drama radio,sambil menikmati lezat nya ganyong masakan emak.
Tidak ada meja kursi di ruang tamu,hanya sebuah ranjang besar beralas galar bambu dan tikar tempat kami berkumpul.
Sebuah radio batrei dengan frekuensi yang tidak begitu jelas kami nikmati bersama. Dan saat batrei berkurang daya nya,hanya suara bising yang kami dengar,itu pun tidak mengurangi kekhidmatan kami sekeluarga untuk menimati hiburan yang minim itu. Sebuah acara yang kami nantikan setiap hari nya adalah cerita kolosal radio,ada rasa tersendiri jikalau kami melewatkan satu episode cerita.
Kala itu sekitar tahun 1988 an,acara seri drama radio memang banyak di gemari di mana mana.
Malam berganti acara drama radio pun usai,saya pun beranjak ke peraduan tidur satu kamar dengan bapak,emak juga ke tiga keponak an ku yang usia nya sebaya dengan ku. Tidur behimpitan dalam satu ranjang. Rumah saya sebenar nya tidak layak untuk di sebut rumah,lebih layak nya di sebut gubuk di pinggir hutan,reyot,dinding sesek bambu. Suara jangkrik dan deras air sungai yang setia menemani setiap malam. Dingin nya udara malam menerobos masuk melalui lobang lobang dinding bambu. Itu pun tidak mengurangi kepulasan tidur kami,hanya bapak yang selalu terjaga di malam hari sembari mendengakan acara di radio,gending gending,ludruk atau pun ketoprak.
Bapak orang nya sangat keras dalam mendidik anak anak nya. Tegas dan displin tapi tetap menomor satu kan kasih sayang. Pekerja keras pantang menyerah dan seorang yang berjiwa sosial tinggi. Pekerjaan apa saja beliu lakukan untuk mencari nafkah. Yang sampai saat ini teringat jelas dalam memori saya,saat saya ikut bapak mencari kayu di hutan atau mencari batu di sungai. Begitu sengsara nya bapak saya naik turun jurang membawa beban berat di pundak nya,dan menahan lapar. Tapi bapak tidak pernah mengeluh,tetap semangat menjalankan kewajiban nya. Beliau syukuri apa saja yang beliu dapat. Walau pun saya masih kecil tapi saya sudah bisa merasakan kesengsaraan kedua orang tua ku. Saya juga sering ikut membantu bapak mencari batu atau pasir di sungai,yang kebetulan rumah saya dekat dengan sungai. Batu atau pasir tersebut bukan lah untuk di pakai sendiri tapi di untuk di jual. Hasil dari penjualan itu pun tidak seimbang dengan besar nya tenaga yang harus di keluarkan. Hanya cukup untuk menyambung hidup saja,sekedar membeli gaplek,jagung atau pun karak. Tepo sliro,pengin mulyo kudo soro,itulah pedoman hidup bapak. 'Tuwuk mangan uyah' begitu pepatah jawa mengatakan,semasa hidup nya bapak memang selalu sengsara. Ketika masa tua pun datang beliau pun menderita penyakit jantung dan sesak nafas yang bekepanjangan. Penyakit ini di sebab kan karena semasa muda nya beliau terlalu berlebihan dalam bekerja.
Suara merdu kicau burung di pagi hari,dan segar nya embun yang jatuh dari dedaunan,sangat khas sekali suasana alam di sekitar tempat tinggal ku. Kokok suara ayam pun bersahutan,bapak sudah bangun untuk menyalakan api di dapur dan memasak air untuk keperluan minum. Bapak memang sudah terbiasa bangun sebelum matahari terbit. Duduk di depan perapian dengan sarung di pundak nya. Dan akan beranjak dari tempat duduk nya apabila matahari sudah terbit untuk memulai aktifitas nya. Emak pun juga tebiasa bangun sebelum matahari terbit untuk memasak. Masih teringat jelas sampai sekarang,saat emak sering menangis di depan perapian. Menangis sedih karena tidak ada sesuatu pun yang bisa di masak. Bapak dan emak rela menahan lapar tidak makan asal kan kami anak anak nya bisa makan.
Perjuangan kedua orang tua saya dalam menghidupi kami memang sangat lah berat. Tp beliau tidak pernah menyerah dan mengeluh sedikit pun. Bekerja mulai pagi sampai sore hari menguras tenaga,membanting tulang menahan lapar dan haus.
Di sore saat beristirahat,bapak kadang suka mengajari ku bernyanyi. "Ku lihat ibu pertiwi sedang bersusah hati. Air mata nya berlinang mas intan nya tergenang..........................................................."
Menginjak usia sekolah,aku pun bersekolah. Bukan berarti dengan sekolah aku harus berhenti membantu aktifitas orang tua saya. Setiap pulang sekolah aku pun tetap membantu pekerjaan orang tua saya,mencari rumput,mencari pasir,mencari batu atau pun ikut emak buruh petik.
Kebetulan orang tua saya juga memelihara beberapa ekor kambing. Jadi mencari rumput sudah menjadi kewajiban saya setiap hari nya. Dari hasil memelihara kambing itu lah sedikit demi sedikit ekonomi keluarga saya mulai membaik. "Gemi" itulah sikap kedua orang tua ku. Menabung sedikit demi sedikit akhir nya bapak bisa membeli sebuah kebun di belakang rumah.
Saat saya duduk di kelas 4 SD,bapak sudah jarang beraktifitas karena menderita sakit sesak nafas. Bapak sudah terlalu capek untuk bekerja,hanya aktifitas aktifitas ringan saja yang beliau lakukan. Untuk mencari batu atau kayu sudah tidak mampu lagi. Hanya ke kebun melakukan pekerjaan yang ringan ringan saja. Saat saya duduk di kelas 1 SMP,penyakit yang di derita bapak semakin parah. Saat kambuh beliau hanya bisa menangisi tak berdaya di tempat tidur. Tergolek lemah tak berdaya,emak pun sangat setia mendampingi bapak dan merawat sakit nya. Berbagai macam pengobatan telah di coba,dari tabib hingga dokter semua nya tanpa rasa putus asa telah di upayakan demi kesembuhan bapak. Kurus kering tinggal tulang tubuh bapak,selama beberapa bulan menderita. Hari demi hari semakin tidak tega melihat penderitaan bapak yang semakin menjadi.Setiap kali selalu terdengar suara nafas bapak yang begitu berat rasa nya. Ketika saya duduk di samping nya,bapak selalu berpesan kepadaku " Le nek bapak wis gak ono kowe sing benah karo mak e yo".Tuhan maha mengasihi,hari senin legi menjelang mahgrib bapak akhir nya menemukan kedamaian nya,di panggil yang kuasa. Innallillahi Wa inaillahi Rojiun.
Aku pun menangis tak kuasa melepas kepergian bapak,orang yang sangat saya cintai. Begitu hebat perjuanganya,saya bangga punya bapak seperti beliau. Selamat jalan bapak. Semoga kau damai bersama Nya. Aku mencintai bapak. Aku akan selalu menjalankan amanah bapak untuk selalu menjaga emak.
Kepergian Bapak meninggal kan duka yang mendalam bagi kami terutama emak. Beliau merasa sangat kehilangan seorang yang sangat beliau cintai,selama hampir 40 tahun mengarungi hidup bersama penuh dengan penderitaan.
Tinggalah emak seorang diri mendidik anak anak nya. Hanya tinggal saya saja waktu itu yang masih sekolah,kakak kakak saya semua sudah bekerja. Dengan di dasari kesabaran dan kasih sayang yang tinggi,emak berhasil menjadi kepala keluarga yang bisa mendidik kami dengan baik.
Sampai dewasa ini emak adalah satu satu nya harta yang tak ternilai harga nya yang aku miliki.
Yang akan aku jaga selama nya. Dan akupun rela melakukan apapun demi kebahagiaan emak
Emak adalah segala nya bagiku.
" Mumpung padang rembulane... mumpung jembar kalangane................"
Malang 1 Mei 2010
Sebuah karya yang saya dedikasikan bagi Ibu dan keluaga besar saya.